Text & Photo: Nafan Satriaji
____________________________________________________________________
Sekarang hari Sabtu. Kakak saya pulang kerja lebih awal. Jika dari kemarin saya berjalan-jalan sendiri, maka hari ini saya akan pergi dengan kakak saya ke suatu tempat: Tanah Lot! Yeah, lima hari di Bali, saya belum ke daerah pantai selain Jimbaran. Jika sejumlah pantai umum seperti Kuta dan Sanur saya tidak terlalu suka, maka lain halnya dengan Tanah Lot. Sekalipun ramai, saya selalu suka tempat ini karena masih terdapat unsur budaya balinya yang diperlihatkan lewat Pura Tanah Lot.
Tujuan saya dengan kakak saya di Tanah Lot tak lain dan tak bukan adalah... berburu foto sunset! Jadi jangan heran, ya kalau di postingan ini tulisannya tidak terlalu banyak, tapi malah dipenuhi foto-foto berwarna jingga. Kakak saya pun bersenjatakan Canon barunya, sedangkan senjata saya adalah Lumix warisan kakak saya. Dan perburuan pun... dimulai!
***
Ah, iya. Satu obsesi saya mengambil foto di Tanah Lot adalah mengambil siluet Pura Tanah Lot. Kalau kamu masuk dari pintu umum memang cukup ramai. Tapi kalau kamu belok kiri ke arah timur, di sana tidak terlalu ramai dan kamu bisa mengambil gambar siluet Pura Tanah Lot.
Saya? Oh tentu saja saya langsung lari ke arah timur sejauh-jauhnya sebelum matahari tenggelam. Dan... yeah! Siluet Tanah Lot yang saya idamkan pun akhirnya terwujud. Wa... saya langsung mengambil gambar sebanyak mungkin.
Nah, saat sedang asyik-asyiknya mengambil gambar, saya melihat seorang bule nampak serius melakukan pengambilan gambar Pura Tanah Lot. Iseng-iseng saya memotret dari belakang. Not bad, lah! Foto terbaik saya, malah!
Foto terbaik yang pernah saya ambil. Waa... saya memotret fotografer National Geographic!
Pas dia sedang membalikkan badan sambil mengambil beberapa peralatannya, saya iseng menghampiri. Lagi-lagi dengan sok akrab dan bahasa inggris yang maksa, saya bertanya:
Navan: Kamu fotografer? (kalo saya nulis pake bahasa Inggris, nanti ketahuan gobloknya. Jadi saya terjemahkan, hehehe...)
Si Bule: Ya.
Navan: Perkenalkan, saya Navan. Siapa namamu?
Si Bule: Saya Steve.
Navan: Kalau boleh saya tahu, kamu bekerja untuk apa?
Steve: National Geographic.
Navan (dalam hati) : Whattt!!! Saya lihat langsung fotografer NG sedang bekerja! Bahkan saya memotretnya. Sumpah, saya langsung nangis darah. Serasa ketemu Fitri Tropica! Ya Alloh, memang ada apa, sih sama fotografer NG? Perasaan selama ini saya nggak ngefans sama fotografer NG? argh, ternyata saya memang lebay!
Navan: Wow! Bolehkah saya memotret anda? (ngapain juga, ya?)
Steve: oh, boleh. Tapi cepat, ya! Soalnya mataharinya sudah mau terbenam.
Navan: Ok!
Saya langsung memotret Steve, tanpa tahu mengapa. Lantas saya perlahan-lahan menjauh darinya. Tidak mau mengganggu kerjanya. Saya pergi dengan langkah lemas. Karena saya merasa saya telah mendapatkan foto terbaik saya hari ini...
Steve. Mengakunya, sih, fotografer National Geographic.
***
Besok hari terakhir saya di Bali. Rencananya, sih mau ke Bedugul sama kakak. Penasaran sama pura di tengah danau yang biasa ada di foto-foto. Setelahnya jam 3 sore saya harus ke Denpasar, ke terminal Ubung untuk mencari bis ke arah Jember. Waa...
4 komentar:
whahaha,,segitu histerisnya ketemu fotografer NG..lho,jangan cuman ambil fotonya dong,tapi ambil foto sunset yg lebih bagus dari dia.hahaha
weks. maw lebih bagus kok minder di kamera sama minder di teknik. hehehe...
lebay buunnnn... tapi gapapa, kalo aku yang di posisimu, mungkin aku lebih lebay, hahha
Terima kasih telah berkunjung ke Tanah Lot Bali. Sunsetnya emang indah.
More info visit : http://www.tanahlot.net
Posting Komentar