Jumat, 31 Desember 2010

That's Life

That's life, that's what all the people say.

You're riding high in April,

Shot down in May

But I know I'm gonna change that tune,

When I'm back on top, back on top in June.

(Frank Sinatra)

 

Lima jam sebelum tahun baru, dan tiba-tiba saya ingin menulis sambil menoleh ke belakang. Entah kapan terakhir kali saya menulis langsung seperti ini. Padahal baru baris kedua, tetapi saya berkali-kali memencet tombol backspace dan menulis ulang. Percaya, deh, meskipun saya bukan seorang penulis, namun terasa sekali perbedaan ketika dulu saya sering menulis ini itu dengan sekarang yang enam bulan terakhir ini saya tak menulis selain untuk tugas kuliah. Jemari terasa kaku. Pikiran pun terasa buntu. Saya seperti zombie yang sedang menulis.

Saya sedang menulis sambil menoleh kebelakang. Dan tiba-tiba saya jadi merinding sendiri. Sederhana saja, tahun 2010 ini termasuk salah satu tahun terkelam dalam hidup saya. Yup, satu-dua kejadian yang tidak enak, plus erupsi merapi, plus kalahnya timnas, plus saya sendiri yang lebay dan suka mendramatisir, lengkap sudah tahun 2010 saya yang kelabu.

Saya orangnya tidak bermental baja. Tapi saya bermental kasur. Jadi kalau ada sejumlah masalah kecil, tinggal saya bawa tidur, dan besoknya saya sudah sembuh. Saya masih ingat di tahun ini saya dimarahin bapak-ibu gara-gara saya telat bayar SPP. Saya ingat juga di tahun ini saya dipermalukan seorang dosen gara-gara teman sekelompok saya tidak masuk, tapi ada tanda tangan, dan saya yang kena marah di depan kelas. Saya juga ingat kalau di tahun ini saya mencoba mengapply sejumlah beasiswa dan gagal. Tapi kesemua itu hanya kebodohan kecil yang suatu saat bisa saya ceritakan ke teman saya sambil tertawa-tawa. Saya percaya, kalau cerita buruk di hari ini bisa jadi cerita lucu di hari esok.

Tapi saat saya menoleh ke belakang, ada banyak hal yang tidak sesepele itu. Ada hal-hal yang jika saya bawa tidur dengan mental kasur saya, justru akan berujung ke mimpi buruk. Tentu saja cerita tersebut tidak akan bisa menjadi cerita lucu di hari esok.

Hingga saat ini saya masih menyesali tindakan saya yang berusaha untuk menjadi sendiri –bukan mandiri. Saat itu saya berpegang teguh bahwa manusia adalah makhluk anti sosial (entah apa artinya, tapi saya pikir anti sosial itu keren, haha..). Mungkin saat itu saya tengah jenuh dengan komunitas. Mungkin saat itu pula saya sedang sok mencari jati diri. Saya tambahkan aksi saya dengan men-deaktivasi akun facebook saya dan tak lagi menulis di blog. Cool! Saya menjadi makhluk anti sosial seketika. Dan saat itu pula saya langsung mengalami kesepian yang begitu mendalam. Saya kapok.

 Bagi yang ingin mencoba. Saya sarankan jangan sekali-kali. Karena ternyata pepatah mati satu tumbuh seribu tak berlaku sama sekali di dalam kehidupan sosial. Saya seperti burung yang terbang dari sangkar, tapi saya tak pernah lagi bisa kembali ke dalam sangkar. Saya sempat menghidupkan kembali akun facebook saya, dan bukannya memperbaiki jejaring sosial saya, saya malah kecanduan main FarmVille, ya sudah saya matikan lagi, haha...

Tahun 2010 semakin diperparah dengan menurunnya produktivitas saya. Saya tidak pernah bilang saya produktif. Saya tidak pernah punya karya ini itu. Tapi sebelum-sebelumnya saya selalu doing something. Hal-hal kecil atau apaaa... gitu. Tapi tahun ini saya mati. Kamera pemberian kakak saya tergantung di sudut kamar saya 4 bulan terakhir (Sorry, mas!). Mouse saya rusak dan coreldraw saya tak pernah dibuka beberapa bulan. Wow, jika anti-produktif adalah sebuah prestasi, pastilah saya menjadi mahasiswa berprestasi 2010, haha..

Saat erupsi merapi dosa saya semakin bertambah. Saya lebih memilih kabur pulang kampung daripada menjadi relawan. Padahal kakak saya yang baru pulang dari Papua justru ke Jogja untuk menjadi relawan. Sejak saat itu saya dihantui oleh sindiran-sindiran orang tua saya,”Kamu kok nggak jadi relawan?” Saat itu juga saya merasa menjadi orang yang paling tidak punya hati.

Rasa-rasanya hampir nangis setiap melihat mimpi-mimpi buruk saya selama ini. Untungnya saya tidak pernah benar-benar menangis kecuali saat menonton Toys Story 3 yang sukses membuat air terjun dari mata saya. Untungnya saya sangat dibantu dengan foto ini:


Teman saya yang memotret saya saat KKN. Entah mengapa setiap melihat foto tersebut saya menjadi merasa berarti (padahal di foto tersebut saya main-main). Saya merasa pasti ada suatu tempat di mana saya menjadi manusia yang berarti. Mungkin tempat itu bukan tempat saya sekarang ini.

Oh, ya. Di penghujung tahun ini ada sebuah percakapan antara kakak saya dengan Teguh Sudarisman yang dishare dalam blognya, hifatlobrain. Jarang-jarang lho saya memberi link ke blog kakak saya, apalagi di tahun 2010 ini saya menderita penyakit Brotherhood Jealously. Tapi entah kenapa percakapan tersebut menjawab beberapa pertanyaan yang selama ini saya cari-cari (mungkin jawaban pertanyaan saya ada di Al-Qur’an, tapi saya jarang baca Qur’an apalagi terjemahannya, hehe...). Percakapan tersebut menurut saya bukan sekedar mengenai travel writing, backpacking, atau resolusi foto. Bagi saya percakapan tersebut adalah bagimana kita harus menjadi berbeda dan percaya diri, melihat detail dari perspektif lain, hingga bagaimana kita menikmati hidup dengan keluar dari rutinitas.

Empat jam lagi menuju tahun baru. Saya belum membuat resolusi dan sepertinya tidak akan pernah membuatnya. Resolusi cuma bikin sakit hati kalau tidak tercapai. Cukuplah motivasi saya muncul secara spontanitas saja.

Tahun 2011 seperti apa, ya? Entahlah. Kalau bagus ya Alhamdulillah, kalu buruk ya jalani saja. That’s Life!