Selasa, 28 April 2009

Too Slow to Blow


Wah, sudah lama juga nggak bikin resensi film di KotakCoklat 89. Memang sih, sebulan ini lagi jarang nonton film. Mungkin gara-gara minggu kemaren dihantuin sama ujian tengah semester yang masya-Alloh-susah-banget!

Ada, sih temen yang ngajakin nonton film-film yang lagi booming di bioskop seperti Monster vs. Alien atau Knowing-nya Nicholas Cage. Tapi sayangnya, saya tipikal orang yang kalau duduk di tempat empuk di ruang gelap gampang mengantuk. Jadi maaf, ya! Saya tidak mau bayar Rp 20ribu rupiah Cuma buat ngorok di depan layar besar!

Saya lebih suka meminjam film-film lewat Rental dan memutarnya di depan Inspiron 1420 saya. Boleh juga sambil jajan cemilan di warung sebelah. Lumayan, nabung kolesterol! Hihihi...

Lagi-lagi secara subjektif saya akan mengulas tiga film yang sebulan ini saya tonton. Ketiganya punya kesamaan: Too slow to blow. Film-film ini bagi saya memiliki alur yang sangat-sangat lambat. Namun seiring perjalanan, ternyata memiliki alur cerita yang cukup menarik! Mmm... memang bagi sejumlah film memang dibutuhkan kesabaran dalam menikmatinya. Salah-salah kalau nggak sabar malah ngantuk atau nggak ngerti alur ceritanya. Tak jarang ketiga film ini membosankan bagi sejumlah teman saya. Bolehlah saya berbangga hati karena ternyata saya orang yang sabar dalam menonton film-film ini, hihihi...

***

Judul: Finding Neverland.
Level: Cukup lambat. Mudah dimengerti

Ini merupakan sebuah film biografi yang terinspirasi dari kisah Sir James Matthew Barrie (Johny Depp) yang merupakan penulis berkebangsaan Inggris. Dalam film ini dikisahkan bagaimana Ia bertemu dengan seorang janda bernama Sylvia (Kate Winslet) bersama keempat anaknya di sebuah taman. Perkenalan tersebut membuat James mencoba untuk menjadi bagian dari keluarga tersebut. Dari keluarga tersebutlah ia mendapat inspirasi dalam membuat sebuah naskah sebuah pertunjukan.

Namun perkenalan tersebut membuat James dirundung berbagai masalah. Mulai dari keretakan hubungan dengan istrinya, hingga Ibu Sylvia yang berusaha memisahkannya dari Sylvia. Naskah pertunjukannya pun sempat dipandang sebelah mata karena naskah tersebut adalah naskah cerita anak-anak.

Saat James berhasil mengatasinya, barulah diakui bahwa ia adalah salah satu penulis naskah Jenius yang pernah ada. Karyanya pun sangat terkenal hingga masa kini. Yups, karyanya adalah cerita anak-anak berjudul “Peter Pan”!

Satu hal yang paling saya tangkap dari film ini adalah, jangan sekalipun meremehkan dunia anak-anak. Sebab anak-anak dalam sesaat bisa saja menjadi lebih dewasa dari orang dewasa sekalipun. Anak-anak juga menjadi simbol imajinasi tanpa batas, yang terkadang mampu menginspirasi kita untuk berani bermimpi.

Ah, saya jadi tidak minder dengan sifat saya yang kekanak-kanakan... hahaha...

***

Judul: Eternal Sunshine of Spotless Mind
Level: Lambat. Susah dimengerti.

Berawal dari pertemuan Joel (Jim Carrey) dengan Clementine (Kate Winslet) yang tidak saling mengenal dalam sebuah kereta, mereka tiba-tiba merasa cocok satu sama lain, seolah pernah mengenal sebelumnya. Namun, siapa sangka kalau ternyata mereka memang pernah saling mengenal satu sama lain, bahkan memiliki hubungan khusus.

Mereka tidak sadar saling mengenal karena mereka saling menghapus memori satu sama lain. Awalnya Clementine meminta tolong kepada Dr. Mierzwiak agar memori tentang Joel dihapus. Setelah Clementine menghapus memori tentang Joel, Joel merasa disakiti dan ia pun meminta hal yang sama kepada Dr. Mierzwiak agar ingatannya tentang Clementine dihapus.

Namun saat proses penghapusan tersebut, ternyata alam bawah sadar Joel memberontak dan tidak ingin menghapus ingatan akan Clementine.Terjadilah kejar-kejaran antara alam bawah sadar Joel dengan penghapusan memori tersebut.

Saat pertama kali menonton film ini, saya sempat tidak mengerti dengan alur ceritanya sepanjang 60 menit bagian awal!

Bayangkan saja, prolognya sendiri memakan setengah jam. Tak heran jika banyak yang tidak terlalu mengerti alur ceritanya yang cukup lambat. Namun jika bersabar sedikit, dalam setengah bagian akhir kita akan dikejutkan oleh beberapa hal yang tak terduga. Sedikit demi sedikit kebingungan kita pun terjawab satu per satu.

Film yang cukup unik. Apalagi didukung performa Kate Winslet yang memang cukup ahli dalam film seperti ini. Penampilan Jim Carrey yang jarang bermain film serius pun patut diacungi jempol. Tapi yang membuat saya puas menonton film ini adalah ketika saya paham alur ceritanya, hahaha...

***
Judul: No Country for Old Men
Level: Sangat Lambat. Sangat susah dimengerti.

Film peraih best motion picture dalam ajang Academy Awards 2008 ini menceritakan tentang seorang pria bernama Liewelynn Moss yang menemukan satu koper berisi uang hasil transaksi narkoba yang gagal. Namun di tengah jalan ia harus berkejaran dengan seorang pembunuh bayaran berdarah dingin.

Tidak banyak yang bisa saya komentari dari film ini. Karena saya tidak terlalu mengerti ceritanya. Hehehe...

Bahkan sampai sekarang saya belum tahu apa bagusnya film ini sampai ia memperoleh piala oscar sebagai film terbaik. Serius! Satu-satunya alasan saya mengulas film ini adalah karena saya menemukan figur pembunuh bernama Anton Chigurh yang sangat keren! Itu saja.

Satu hal lagi yang unik dari film ini adalah film ini sangat sepi suara. Ketika film lain melakukan aksi baku tembak dengan menghabiskan peluru berbutir-butir dengan suara yang sangat bising. Di sini mereka berkejaran dalam kesunyian, dengan senapan peredam. Sehingga saat melihat film ini, kita seolah dalam adegan sepi, namun tiba-tiba “boom!!” ada suara yang mengejutkan. I Like it!

Tapi tetap saja, saya tidak mengerti ceritanya. Huh...
____________________________________________________________________
sumber gambar: impawards.com

Minggu, 19 April 2009

Long Road to Kebumen

Foto: Teman-teman.
Text & Editing: Nafan

____________________________________________________________________

Kebumen. Saya sudah dua kali mengunjungi kota kecil di selatan Jawa ini. Kunjungan pertama saat valentine day, yang merupakan perjalanan pulang dari Dieng. Kunjungan kedua adalah saat election day, saat di mana masyarakat indonesia sedang berpesta demokrasi, sementara saya dan teman-teman memanfaatkan liburan itu dengan main ke Kebumen.

Satu hal yang menjadikan Kebumen sebagai sasaran tempat liburan adalah karena banyaknya teman saya yang tinggal di kota tersebut. Sebut saja Iqbal, Taufiq, Mas Wiwid, Vena, Prima, dsb. Gampanglah, jika sekdar mencari tempat persinggahan saat mengunjungi kota Kebumen. Apalagi keluarga mereka yang begitu ramah.


Setiap kali ke Kebumen, saya selalu disambut dengan makanan khas kebumen, sate Ambal. Jangan samakan sate ini dengan sate biasa, karena keunikan dari sate ini adalah kuahnya yang terbuat dari bumbu tempe dan memiliki cita rasa yang sedikit manis. Cocok lah dimakan dengan nasi atau ketupat lontong. Konon kalau kita beli di daerahnya langsung, daerah Ambal, cita rasa sate yang kita dapatkan akan lebih
mak nyuss.


Sate Ambal

Dua kali saya ke Kebumen, empat kali saya dijamu sate Ambal. Wah, sampai blenger! Tapi jujur saja, buat saya sate Ambal sedikit terlalu manis. Sementara saya tidak terlalu suka manis. Tapi entah mengapa saya juga menghabiskan tusukan sate cukup banyak. Ah, sepertinya asal kenyang tak masalah, hehehe...

Tapi lain cerita ketika saya diperkenalkan oleh Kecap Kentjana, yang kata Mas Wiwid merupakan kecap kebanggaan warga Kebumen. Kecap Kencana seperti layaknya kecap asin biasa. Tetapi tidak terlalu asin, bisa dibilang gurih, lah! Rasa gurihnya sangat cocok dipadukan dengan rasa manisnya sate ambal. Sehingga permasalahan saya mengenai sate ambal telah terselesaikan dengan sempurna!


Mas Wiwid dan Kecap Kentjana

Jika kamu berjalan-jalan ke tengah kota Kebumen, satu hal menarik yang akan kamu temukan adalah berbagai simbol burung walet bertebaran di mana-mana. Yang paling mencolok adalah pada tugu kota yang terdapat patung manusia dan burung walet. Pada sejumlah lampu kota Kebumen pun berornamen burung walet. Kalau kamu ke alun-alun kota, simbol walet dengan mudahnya ditemukan pada pot bunga kota dan gerbang alun-alun kota.

Konon walet sendiri mudah ditemukan di sejumlah daerah di Kebumen, sehingga dengan percaya diri pemerintah daerah menjadikannya sebagai identitas kota Kebumen.




Kebumen, kota Walet

Sekalipun kota kecil, Kebumen beruntung berada di posisi pantai selatan dan diapit oleh sebuah bukit di utara kota. Sehingga kebumen sendiri menyimpan sejumlah tempat menarik untuk dikunjungi. Saat pulang dari Dieng melewati perbatasan Wonosobo-Kebumen, saya melewati sebuah waduk bernama Waduk Wadaslintang. Meskipun tidak sempat mampir, tetapi melihat sepintas waduk Wadaslintang di penghujung senja menjadi panorama yang cukup menarik.

Begitupun saat Election Day kemarin. Saat mengunjungi Kebumen, kami menyempatkan diri mampir ke Pantai Bocor. Pantai ini berpasir hitam. Dan bagi sebagian orang mungkin pemandangannya kurang menarik. Tapi bagi saya pantai ini memiliki pesona sendiri. Apalagi saat itu hari mulai senja. Not bad, lah!



Senja di Pantai Bocor

Tapi tenang saja, katanya di pantai sebelah barat ada sebuah pantai yang lebih menarik, namanya pantai Menganti. Memang lebih jauh, tapi pasirnya putih dan pemandangannya lebih indah. Saya jadi penasaran, karena kami tidak sempat mengunjungi Pantai Menganti kemarin. Mungkin di lain waktu, lah!
***

Mengapa postingan ini diberi judul Long Road to Kebumen? Entah mengapa, setiap kali melakukan perjalanan ke Kebumen, selalu saja dihadapkan dengan berbagai pengalaman, yang seolah menjadikan perjalanan singkat ke Kebumen menjadi lebih panjang.

Saat Valentine Day, saya dan 7 teman saya (Mas Re, Mas Jo, Mas Pras, Zulfan, Koplak, Wana, dan Iqbal) melakukan perjalanan dari Wonosobo menuju Kebumen melalui jalur alternatif. Antara Wonosobo dan Kebumen dibatasi oleh dua bukit dan dihubungkan dengan jalan yang panjang dan penuh tikungan. Kata Iqbal, ini termasuk salah satu jalur yang berbahaya. Tanpa diberitahu pun saya sudah menyadarinya. Karena setiap Koplak (saya berboncengan dengan Koplak) menikung sambil ngebut dengan posisi miring, muka saya langsung pucat sambil bilang ke Koplak untuk mengurangi kecepatan.

Saat melewati sebuah tikungan, kami berdua dihadapkan pada dua cewek SMA yang ingin menyebrang dengan motornya. Koplak yang berkendara dengan kecepatan tinggi segera membunyikan klakson dengan harapan mereka menyingkir. Yang ada, mereka berdua malah terdiam. Tentu saja daripada menabrak mereka, Koplak memilih cara yang lebih ksatria, yaitu menghindar jatuh.

Kejadiannya begitu cepat. Hingga tanpa sadar saya sudah jatuh terguling. Karena saya orang yang sangat egois, saat tersadar saya langsung tertatih-tatih menuju ke pinggir jalan tanpa mempedulikan Koplak dan motornya. Saya langsung duduk di bangku panjang sebuah warung. Saya shock. Saya hanya duduk terbengong sambil melihat sebuah drama, di mana orang-orang berlarian menuju ke motor Koplak, sementara Koplak sendiri mengamuk ke kedua cewek SMA tersebut. Ah, saya belum pernah melihat Koplak mengamuk. Saya terus terbengong. Mengapa di hari kasih sayang ini saya dan Koplak harus terjatuh?


Saya - saat - shock!

Untunglah segalanya segera terselesaikan. Mas Jo, Mas Pras, Mas Re, dan Iqbal segera menolong. Selanjutnya kami berubah formasi. Saya yang kini dibonceng Iqbal pun masih tetap shock. Yang diwujudkan dengan tangan saya yang memeluk perut Iqbal sepanjang perjalanan. Najis, dah!
***

Sebaliknya, saat Election Day, perjalanan terasa panjang justru dalam perjalanan meninggalkan Kebumen menuju Jogjakarta. Kami (Mas Jo, Mas Pras, Mas Aul, Mas Dino, Mas Hendra, Mbak Dini, Mbak Indah, Resha, Zulfan, Dini, Wana, dan saya) meninggalkan Kebumen pukul 8 malam, dan dengan kecepatan tinggi, kami berharap dapat sampai di Jogja sebelum jam 12 malam.

Tapi yang namanya musibah, siapa yang tahu? Di tengah perjalanan, Saya (berboncengan dengan Wana) dikagetkan dengan suara berdecit keras di belakang saya yang disusul dengan bunyi jatuh. Secara reflek Wana memarkir kendaraannya ke keri jalan. Kami berdua berlari ke arah kejadian. Mas Pras dan Mas Dino sepertinya terjatuh. Belum sampai kami ke tempat tujuan, sebuah motor tergelincir dan terguling keras. Nah, lho! Itu Zulfan dan Dini!

Ah, lagi-lagi saya shock dan melihat sebuah drama. Wana terlihat berbaur dengan masyarakat yang berusaha menolong mereka berempat. Zulfan terlihat tersungkur di jalan. Mas Pras dan Mas Dino entah bagaimana, sepertinya mereka bisa bertahan. Tapi saya melihat Dini berdiri gemetar dengan pandangan kosong seolah tak percaya apa yang terjadi. Lagi-lagi saya terbengong, mengapa di hari pemilihan umum ini empat orang teman saya harus tergelincir tumpahan oli?


Percaya atau tidak, saya tidak membantu apa-apa. Hanya membangunkan motor Dini dan membawanya ke pinggir, keempat teman saya tersebut segera dibawa ke rumah penduduk terdekat, sementara saya kembali ke motor Wana yang ditinggal dan membawa motor tersebut ke rumah tadi.

Dalam satu jam kami berusaha meredakan suasana. Mas Pras, Mas Dino, dan Zulfan dirawat di teras rumah penduduk. Sementara Dini sempat menangis dan sempat dirawat oleh Mbak Dini. Tapi setelah meluapkan emosinya, Dini dan yang lain bisa tertawa-tawa. Saya jadi malu, lha mereka yang jatuh kok malah saya yang shock?

***

Sejak saat itu saya beberapa kali merenugi perjalanan-perjalanan panjang ini. Ah, siapa juga yang bilang perjalanan yang menyenangkan tidak membutuhkan resiko? Kita memang berusaha meminimalkan resiko yang akan terjadi. Tapi kalau tangan Tuhan ikut campur, kita bisa apa? Satu hal yang patut dicatat, resiko tersebut hanyalah sebuah harga bayar dari sebuah pengalaman baru yang tak ternilai harganya. Percaya, deh!

Perjalanan memang terasa lebih panjang. Tapi pertemanan jadi kian dekat. Tak ada yang lebih mengharukan saat teman sendiri setia menemani dan menolong saat kita terkena musibah. Statemen yang sangat lebay, tapi saya sendiri sempat merasakannya.

Entah mengapa dari kejadian yang saya alami, saya membuat sebuah kesimpulan sendiri. Sebuah resiko terkadang memang begitu menyakitkan di saat kita mengalaminya. Namun seiring mengeringnya luka, resiko tersebut akan menjadi sebuah pelajaran di kemudian hari, yang bisa kita ceritakan kepada teman-teman, bahkan anak cucu kita nanti.

Semoga saja renungan ini membuat saya lebih dewasa dan tidak gampang shock lagi, hehehe...
Meskipun postingan ini banyak memuat cerita tentang musibah, dengan rasa hormat, satu kalipun saya tidak bermaksud menyudutkan kota Kebumen. Hanya saja secara kebetulan semua kejadian ini terkait saat melakukan perjalanan menuju kota tersebut. Kapok? Sama sekali tidak! Bahkan jika saya diajak ke kota Kebumen lagi, saya tidak akan ragu untuk menyetujuinya. Karena saya tahu,kota Kebumen akan menyambut saya dengan manisnya sate Ambal, yang dipadu dengan gurihnya Kecap Kentjana, yang membuat saya selalu dan selalu ingin kembali ke sana.

____________________________________________________________________

Jumat, 10 April 2009

Jamiroquai

en.wikipedia.org

Seminggu yang lalu saat saya melihat iklan konser Jamiroquai di Jakarta pada salah satu surat kabar, saya langsung nangis darah. Konser yang disponsori oleh salah satu perusahaan rokok tersebut memasang harga tiket yang menguras biaya hidup saya sebulan di Jogja (bahkan lebih). Ah, seandainya saya fans beratnya, mungkin saya bisa berpuasa selama sebulan untuk melihat konsernya. Tapi ternyata saya lebih sayang sama warung makan Bu Siti daripada sama Konser Jamiroquai. Maafkan saya, Jam!

Semua itu beralasan, karena saya memang bukan fans berat Jamiroquai hingga hafal setiap bait lagunya. Tetapi saya sangat menggemari beberapa lagunya hingga saya putar berulang kali di Inspiron 1420 saya. Bahkan saat saya menulis postingan ini saya ditemani Runaway-nya Jamiroquai. Berikut beberapa lagu Jamiroquai favorit saya sesuai kronologinya:


en.wikipedia.org

1. (Don’t) Give Hate A Chance : Video klip Jamiroquai pertama yang saya lihat di layar kaca. Dengan animasi yang unik dan menceritakan kritiknya atas peperangan antar bangsa hingga masalah ras, saya langsung jatuh cinta sama lagu ini.

impawards.com

2. Runaway – Live From Abbey Road : Sekitar setahun yang lalu Metro TV menyiarkan acara Live From Abbey Road. Iseng nonton, ternyata yang mengisi acaranya Jamiroquai. Ia membawakan sejumlah lagu seperti Runaway dan Travelling. Inilah pertama kali saya melihat Jamiroquai. Termasuk gaya menyanyinya yang sangat unik dan enerjik. Dan ini menjadi titik tolak saya mulai menggemari lagu-lagunya. Bahkan saya masih menyimpan video Runaway – Live from Abbey Road yang saya unduh dari YouTube.

hehe2.com

3. Virtual Insanity : Meski video ini tayang sudah satu dekade lamanya, sekitar akhir 1990. Tapi saya baru melihatnya dari kakak saya sekitar satu setengah tahun lalu. Aduh, ke mana saja saya? Liriknya yang dalam, serta videonya yang tidak biasa, membuat saya menyukainya.

4. Tiga lagu/video di atas memang penyebab utama saya menggemari Jamiroquai. Tapi selain itu, lagu Love Foolosphy dan Seven Days in Sunny June juga mengisi track lagu Jamiroquai favorit saya.

Pertama kali tahu Jamiroquai dari kakak saya saat saya masih SMA. Saat liburan di Jember, ia pernah menyodori saya lagu-lagu Virtual Insanity-nya Jamiroquai sama Still A Friend of Mine-nya Incognito. Tapi saya tidak terlalu memperdulikan hingga melihat langsung video (Don’t) Give Hate A Chance dan penampilannya di Live From Abbey Road.

Yang saya sukai dari Jamiroquai sebenarnya sederhana saja. Ia mampu menyajikan musik yang sesuai dengan kuping saya, yang tidak kuat menerima kebisingan suara keras, yang suka mengantuk saat mendengar musik slow, serta yang menyukai keceriaan dan semangat. Performanya saat menyanyikan salah satu lagunya, selalu dibawakan dengan gaya yang sangat enerjik dan sangat tidak biasa. Dan satu lagi, berfokus pada performa tidak membuat ia lupa diri untuk menyajikan lagu yang berisi. Hal tersebut diperlihatkan dari lirik-lirik lagunya yang cukup dalam.

Nah, jika kamu memiliki selera yang sama dengan saya. Maka lagu-lagu Jamiroquai sangat High Recomended untuk kamu dengarkan.