Minggu, 31 Mei 2009

Antara ProArt dan KotakCoklat 'ers of Every Month


Sekitar sebulan yang lalu saya membuat sebuah poster anggota ProArt. Poster ini merupakan peranakan dari waktu luang dan hasrat membuat desain karakter yang terpendam dalam waktu yang cukup lama. Butuh total sekitar tiga jam untuk membuat keseluruhan kasarnya. Secara teknik jujur saja saya hanya mengandalkan copy-paste. Tapi yang paling mengasyikkan, dalam membuat satu karakter saya berusaha mengingat karakter masing-masing setiap orang. Seperti Mega-Berto-Bimo yang matanya seperti orang mengantuk, Gabby yang memakai sweater, dsb.

Dan begitu selesai, saya merinding. Nggak nyangka bisa bikin poster sekeren ini! (maaf, ya! muji diri sendiri, nih. Hehehe...)


***

Saya sendiri baru bergabung di Divisi Produksi dan Artistik Equilibrium awal Januari 2009 lalu. Sebelumnya saya berada di Divisi Redaksi. Bisa panjang kalau saya harus menceritakan alasan melakukan perpindahan ini. Intinya dengan melakukan sejumlah pertimbangan, saya merasa bisa memberi kontribusi lebih besar dalam membangun Equilibrium melalui divisi ProArt.

Setelah bilang ke bos Iqbal (Pimpinan Umum), ternyata dia memberi saya sebuah free pass untuk masuk ke Divisi ProArt. Tanpa tes, tanpa magang. Horeee...!


Bergabung di Divisi ini menjadi pengalaman unik tersendiri bagi saya. Kebetulan saya dan teman saya, Gerry, menjadi Penanggung Jawab buletin EQ News yang terbit setiap bulan. Dari sini saya mengalami banyak hal. Lembur semalaman me-layout EQ News di rumah Mega (Pimpinan ProArt), mengedit bareng Will (PimRed),hingga dapet kritikan dan pujian soal layout. But, It’s fun! Saya sangat menikmatinya.


Bergabung di ProArt juga berarti bergabung dengan orang-orang yang hebat.


Sebagai contoh, saya sempat berbagi ilmu dengan Mega tentang cara membuat ilustrasi vektor. Guess what? Dua tiga hari kemudian dia langsung membuat satu ilustrasi vektor penuh yang membuat saya ngiler akan kedetailannya. Bos Mega memang hebat!


Tiga hari yang lalu Gerry bela-belain dateng ke kos saya jam 12 malem buat konsultasi Logo Equality yang elegan. Kita sih akhirnya cuma diskusi sebentar. Tapi melihat logo buatannya yang terbaru, boleh juga! Gerry itu sebenernya jago, sayang dia kurang wacana tentang desain. Coba dia lebih banyak lihat majalah desain seperti Concept, pasti langsung mantab! Begitu juga sama anak-anak desainer grafis yang lain (Putri, Wana, Lingga, dan saya). Yuk, kapan-kita diskusi informal bareng tentang desain...


Anak-anak fotografi sudah kaya Pro semua, tapi yang makin bikin salut, mereka masih mau terus belajar. Kagum aja lihat KinKin yang bela-belain ke Solo buat workshop tiga hari. Ajak yang lain, Kin! Semangat belajarmu oke punya!


Kalo dari ilustrator, paling kaget sama Berto. Dia cerita ke saya kalo dalam pembuatan ilustrasi dia selalu membaca habis artikelnya dan berusaha memahaminya, lalu ia menerjemahkannya ke dalam bahasa ilustrasi. Dan baginya menerjemahkan ke dalam Ilustrasi bukanlah perkara yang gampang. Yups, gue suka gaya lo! ProArt yang lain harus mencontoh Berto, ya!


Kadang ada satu-dua kali candaan kalau Divisi ProArt itu divisi kacung. Dari luar sih, kita ketawa aja. Tapi Bos Mega pernah bilang ka saya kalau ternyata candaan tersebut sempat nusuk.


Ya, sudah, kita cuma bisa membuktikan saja kalau Divisi ProArt itu bisa menjadi divisi yang profesional dan mandiri. Caranya? Ya dengan meningkatkan kinerja dan kualitas karya, dong! Bangga juga saat open house Equilibrium tadi malam bos Iqbal sempet bilang kalau sekarang divisi ProArt sudah mempunyai kekuatan baru... Yeah!


***

Oh, ya. Tadi malam saya mendapat anugerah EQ-ers of the month. Seneng? Ya, dong! Surprise? Nggak, soalnya bos Mega pernah keceplosan ngomong ke saya, hehehe... bos saya memang nggak beres!


Ada beberapa hal yang ingin saya bicarakan soal ini:

  • Sampai sekarang saya tidak tahu mengapa dapet penghargaan ini, jangan-jangan hasil kocokan...
  • Saya menerima penghargaan ini dengan rasa bersalah, karena saya terkadang masih suka bolos diskusi, membuat kotor EQ, melakukan kesalahan dalam membuat layout, hehehe...
  • Sayang banget para anggota dewan pengurus (DP) EQ tidak dapat menerima anugerah ini. Padahal kinerja mereka jauh lebih gila daripada saya. Jadi KotakCoklat akan memberikan mereka gelar KotakCoklat-ers of every month selama mereka menjabat sebagai DP Equilibrium. Khususnya buat bos Mega. Hehehe...
  • Kalau penilaian EQ-ers of the month berdasarkan kinerja awak EQ, pasti teman-teman dari dewan pengurus kebingungan karena teman-teman yang lain juga memiliki kinerja yang baik. Oleh karena itu kriteria penilaian pasti diubah dari kinerja menjadi ketampanan. Dan yang terpilih pun saya, hehehe...
***

Ah, saya jadi kembali teringat pada topik awal. Saya bisa masuk Divisi ProArt dengan menggunakan free pass dari Iqbal. Siapa coba yang tidak suka diberi free pass? Tapi saya sadar, bahwa di balik free pass tersebut termuat berbagai hal. Free pass tersebut adalah amanah sekaligus kepercayaan yang diberikan oleh Iqbal kepada saya. Dengan Free Pass tersebut juga sejumlah pihak mempertanyakan kredibilitas saya yang masuk divisi ProArt tanpa tes dan tanpa magang.

Tapi saya berharap, EQ-ers of the month yang saya terima bisa menjadi sebuah pembuktian, bahwa saya tidak akan pernah menyia-nyiakan free pass yang pernah bos Iqbal berikan kepada saya. Bahwa kepindahan saya bukan sekedar permainan, tetapi tulus ingin membangun EQ dari sisi ProArt.


Akhir kata, seperti yang tertera di poster, divisi ProArt memiliki kepanjangan baru:


When Professionalism meets aesthetics and creativity.


Dengan tiga aspek di atas, mari kita buktikan kalau kita bukan sekedar divisi kinchung, hehehe... (sori, kin!)

Minggu, 17 Mei 2009

Kacang


Apa yang lebih buruk daripada menunggu lama sebuah pesanan makanan di tempat makan? Yups, yang terburuk adalah jika selain menunggu lama, kita mendapat bonus kacang, alias dikacangin, alias dilupakan sebagai konsumen. Dan saya mendapatkan tiga kacang sekaligus dalam dua minggu terakhir ini. Saya hanya bisa berteriak AFUUUUU... (umpatan gaya teman saya, Ian)

***

Sekitar dua hari yang lalu, saya bersama teman kos saya, Wildan, makan di warung langganan dekat kos kami. Nama warungnya BaBeGue, dan menu favorit kami adalah nasi goreng gulung. Tempatnya bersih, nyaman, dan harganya cukup terjangkau. Menunya bervariasi, ada nasi goreng gulung, kakap filet krispi, jamur goreng krispi, dsb.

Saat makan malam, BaBeGue cukup padat pengunjung. Kami memesan dua nasi goreng gulung, dan menunggu sambil membaca komik sewaan.

15 menit berlalu, pesanan tak kunjung datang. Awalnya saya memaklumi karena padatnya pengunjung. Setelah beberapa saat kemudian datanglah mbak pelayan membawa satu nasi goreng gulung. Sip, pesanan telah datang! Tapi saat itu juga saya langsung gondok, karena nasi goreng gulung tersebut diserahkan kepada seorang wanita yang baru datang 5 menit yang lalu!

Tapi karena ini merupakan tempat makan langganan saya, dan ibu pemiliknya juga sangat baik, kami hanya cukup melaporkan, dan kami segeran dilayani dengan cukup cepat. Usut punya usut, ternyata catatan pesanan kami terselip di balik wajan penggorengan. Huh!

***

Kacang paling aneh saya dapatkan dua minggu lalu saat sarapan soto kaki lima di stasiun Purwosari bersama dua teman saya, Mbak Dini dan Koplak. Pelayanan dari pedagangnya sangat aneh, kalau tidak mau dibilang buruk.

Sekitar menunggu 5 menit ditemani teh hangat, datanglah satu mangkuk soto dan diserahkan ke Koplak, karena sepertinya ia sudah kelaparan. Mangkuk kedua entah mengapa cukup lama datangnya. Saat mbak-mbak datang membawa satu mangkuk soto lagi, mbak Dini mengalah dan soto tersebut diserahkan ke saya.

Baru mau melakukan suapan pertama, Ibu pedagang soto datang dan merebut (Iya, MEREBUT!) mangkuk soto saya dan menyerahkannya kepada pengunjung lain sambil memarahi mbak-mbak yang memberikan soto ke saya tadi.

Saya melongo.

Saya nggak tahu mengapa jalan ceritanya seperti ini. Dan saya nggak tahu harus berbuat apa.

Sementara pengumuman kereta Wonogiri telah tiba, kami bergegas menuju stasiun. Koplak kekenyangan setelah mendapatkan satu mangkuk soto, Mbak Dini kelaparan karena belum mendapatkan satu mangkuk soto, sementara saya gondok karena hanya bisa melihat semangkuk-soto-siap-makan di depan mata saya!

***

Kacang terbaru saya dapatkan tadi malam. Awalnya saya bersama dua teman kos saya, Mas Vincent dan Wildan, lagi ngidam makan mie ramen. Awalnya pengen makan mie ramen di daerah Jakal Km 11. Sayangnya stoknya sudah habis. Akhirnya kami segera menuju warung ramen bernama Sam****. Warung tersebut masih baru dan kami baru pertama kali ke sana.

Sepertinya bakal asyik, karena di dinding ada tulisan diskon 30 persen selama masa promosi. Tidak ada variasi rasa. Hanya ada satu macam ramen. Akhirnya kami memesan tiga porsi ramen biasa dan tiga gelas Es Teh.

15 menit menunggu, kami sempet bercanda kalau jangan-jangan kami bakal mendapatkan kacang lagi. Dan ternyata candaan kami menjadi nyata, setelah Mas Vincent menyadari kalau pesanan kami dilompati oleh 5 pesanan orang lain!

Saya langsung menagih 3 ramen. Tapi tak kunjung datang.

Saat pelayan lewat. Mas Vincent menagih lagi. Tapi pelayannya bilang “Ramennya Habis.”

Kami bertiga langsung gondok kuadrat.

Saya lantas ke dapur ramen untuk melakukan komplain. Empat orang karyawan memandang saya semua dengan takut dan rasa bersalah. Karena saya nggak bisa marah, saya cuma menanyakan,”Bagaimana ini? Saya nggak tahu harus ngomong apa, saya nggak bisa marah!”.

Mereka berkali-kali minta maaf. Mereka bilang akan menyampaikan keluhan ini ke bos mereka.

Karena saya nggak bisa marah, saya cuma minta Es Tehnya digratiskan sebagai ganti rugi. Dan mereka pun menggratiskan Es Teh sambil minta maaf.

Meskipun kacang yang terakhir tidak seaneh kacang saat makan soto di Purwosari, tetapi meninggalkan kesan tersendiri karena ini merupakan komplain pertama kali yang saya lakukan dalam hidup saya, hehehe...

***

Pesan terakhir, kalau teman-teman coklat membuka sebuah usaha:

Jangan jadi kacang lupa pada kulitnya.

Artinya jangan jadi pemilik warung yang ngacangin pembelinya, ya! Hehehe...
____________________________________________________________________
foto: kapanlagi.com

Sabtu, 09 Mei 2009

Cerita Tiga Orang

_________________________________________________________________________________________________________________
Minggu lalu saya mengadakan short trip ke Wonogiri bersama dua teman saya, Koplak dan Mbak Dini. Jika saya biasanya membuat posting perjalanan secara kronologis dan informatif (halah!), maka kali tidak. Sebab kedua sahabat saya telah menginspirasi saya untuk membuat sebuah cerita –based on true story.

Jika kamu tidak puas dengan postingan saya, kamu bisa membaca catatan perjalanan kami dengan sudut pandang yang berbeda lewat blognya Mbak Dini, ataupun Koplak.

Suatu kehormatan kepada teman kami, Ian, yang justru sedikit menceritakan perjalanan kami lewat blognya, sekalipun dia tidak ikut. Jangan lupa mengunjungi blog-nya Mas Bondan yang telah menginspirasi perjalanan ini. Akhir kata, selamat menikmati cerita yang aneh ini.

____________________________________________________________________

Prolog
Ada tiga orang dengan masalah berbeda, mereka bernama Nafan, Koplak, dan Mbak Dini. Ada yang tidak bisa ikut teman-temannya ke Ambarawa karena ada orang tuanya, ada yang pusing dengan Ekonometri sehingga ingin menyendiri, ada juga yang merasa bermasalah dengan berat badan dan muka gantengnya. Lantas mereka melakukan perjalanan bersama ke Wonogiri dengan satu tujuan, mencari kebahagiaan. Apakah mereka akan menemukan kebahagiaan dalam perjalanannya?


Bab 1: Waitin’ Train
Awalnya mereka harus memulai perjalanan mereka dengan menggunakan kereta. Dari Lempuyangan ke Purwosari dengan kereta Prameks. Begitu sampai di Purwosari, mereka harus menunggu kereta ekonomi satu gerbong untuk ke Wonogiri. Kereta pun datang, dan mereka segera melaju ke Wonogiri.










Bab 2: Narcism at Wonogiri
Begitu tiba di Stasiun Wonogiri, mereka bertiga segera berangkat ke Waduk Gajah Mungkur. Mereka mencoba menusuri rel tua untuk menuju ke waduk, tapi ternyata rel tersebut buntu dan waduknya ternyata cukup jauh. Jadilah mereka naik angkot.

Sesampainya di waduk, mereka dihadapkan suasana yang ramai oleh pengunjung. Jadilah mereka menuju ke dermaga yang sepi, panas, namun memiliki pemandangan yang membuat serasa di Bali.







Bab 3: Solo Sunset
Dalam perjalanan pulang ke Solo mereka dihadapkan pada kereta yang penuh sesak. Sepanjang perjalanan mereka harus berdiri. Sesampainya di Solo mereka berjalan kaki memutar kota dan beristirahat di depan Pasar Gede. Menikmati senja dalam dinamika kota Solo...





Epilog

Apakah mereka telah menemukan kebahagiaan yang dicari? Ya, tentu saja! Mereka bahagia dengan kebahagiaan masing-masing. Koplak bahagia karena makan martabak manis, Mbak Dini bahagia karena berfoto narsis, Nafan bahagia karena mukanya manis, hehehe...

Tapi mereka menyadari bahwa kebahagiaan itu relatif, karena esok mereka harus kembali ke realitas kehidupan masing-masing. Tapi sepanjang perjalanan mereka telah belajar bersyukur. Bersyukur atas keadaan mereka masing-masing...


Kamis, 07 Mei 2009

Miss Jinjing


Saya percaya, inspirasi bisa datang kapan saja, di mana saja, dan oleh siapapun itu. Termasuk dari seorang tante-tante penggila belanja bernama Amelia Masniari alias Miss Jinjing. Karena saya bukan seorang shopaholic, maka saya sekalipun tidak mengenal tante ini hingga ia muncul dalam rubrik Sosialita Kompas hari minggu(3/5) kemarin. Dan begitu membaca profilnya, saya pun mengeluarkan beragam reaksi mulai dari ketawa hingga mengerenyit.

Miss Jinjing adalah seorang tante-tante yang doyan belanja akut! Seneng banget kalau lihat tas seharga 150 juta atau sepatu Jimmy Choo dan barang branded lainnya. Ia mengaku kalau seni berbelanja adalah bukan dari produknya melainkan dari proses huntingnya. Katanya kalau sudah mendapatkan barang yang diinginkan, serasa seperti orgasme, hahaha...

Terlahir dari anak orang kaya yang sadar fashion, kebiasaan belanjanya sudah terbentuk sejak kecil. Bahkan sampai menjadi seorang istri pun kebiasaannya masih diteruskan. Ia mengaku suaminya tidak kaya-kaya amat (menurut ukurannya Miss Jinjing kali?), tetapi ia juga memiliki pekerjaan yang cukuplah untuk ke Eropa empat bulan sekali cuma untuk shopping!

Permasalahan muncul ketika bisnisnya mundur, sementara anaknya semakin besar dan ia harus pindah ke Jambi mengikuti dinas suaminya. Demi memuaskan hasrat belanjanya, ia pun mendapat ide untuk menjadi seorang personal buyer. itu semacam profesi seperti konsultan yang membantu orang lain dalam berbelanja sesuatu. Hasilnya, ia mendapat komisi 20 persen dari setiap harga barang yang didapatkan. Anggap saja ia berhasil mendapat sebuah tas permintaan klien seharga 30 ribu Euro. Berarti komisinya 6 ribu Euro, dong! Gila! Dia ke luar negeri dibayarain orang lain cuma buat belanja!

Hal-hal lain yang tidak kalah penting, ia juga merupakan seorang Blogger (belanja-sampai-mati.blogspot.com) dan hasil kumpulan tulisan blognya telah dibukukan dalam buku berjudul Miss Jinjing, Belanja Sampai Mati. Bahkan buku keduanya akan muncul. Mungkin suatu saat saya akan mencoba membaca bukunya.

Satu lagi, dalam biodatanya pada Kompas tersebut, salah satu hobinya adalah: Mendidik perempuan menjadi pembelanja yang pintar. Maksud looooh???

***

Saya memang bukan seorang shopaholic dan tidak ingin menjadi seorang shopaholic sekalipun! Tetapi saat saya mendiskusikan hal ini bersama seorang teman saya, Yudistira Adi Nugroho, kami seolah memiliki satu kesepakatan yang sama tentang Miss Jinjing.

Di mata kami, seorang Miss Jinjing adalah seorang figur yang memiliki prinsip terhadap hal yang ia sukai, yang mungkin bagi orang lain hal tersebut sangat ekstrem. Namun, ia tidak peduli orang lain berkata apa, karena ia memiliki filosofi tersendiri terhadap kegemarannya tersebut.

Ia hidup dalam dunia yang apa dia suka. Tetapi ia sangat bertanggung jawab terhadap dunianya tersebut.

Sebagai contoh, saat berada dalam kondisi titik balik, sementara kebutuhan berbelanjanya semakin tinggi, ia mencari jalan agar kebutuhannya dapat terpenuhi tanpa menggantungkan diri kepada orang lain. Dengan kreatifnya ia menjadi personal buyer, hanya karena kebutuhan akan belanja! Dengan kata lain, ia akan melakukan hal apapun, secara positif, dengan cara yang unik, hanya untuk mendapatkan apa yang diinginkan. So Inspiring!

Saya jadi teringat sebuah quotes dalam film Little Miss Sunshine,
...If I wanna fly, I'll find a way to fly. You do what you love, and f*** the rest.
-Dwayne. Little Miss Sunshine-