Senin, 20 Juli 2009

Satu Waktu di Uluwatu


Text & Photo: Navan Satriaji

____________________________________________________________________________

Hari keempat di Bali saya sudah tahu mau ke mana dengan sepeda motor kakak saya. Yup! Ke daerah selatan! Pertimbangannya yang pertama, kemarin saya sudah ke utara. Yang kedua, hari ini saya harus sholat Jum’at, dan mencari masjid di daerah selatan Bali jauh lebih mudah daripada di utara Bali.

Tapi kalau selatan ke mana? Jujur, kalau ke Kuta atau Sanur sebelumnya saya sudah pernah ke sana, dan tidak terlalu suka. Apalagi perjalanan saya siang hari, bukan saat sunrise atau sunset. Apa jadinya kalau saya ke pantai siang bolong?

Tapi saya akhirnya memutuskan untuk menuju ke daerah Jimbaran dan Uluwatu. Saya belum pernah ke pantai Jimbaran, sedangkan di Uluwatu saya sudah pernah ke Garuda Wisnu Kencana (GWK) dan saya mau kembali ke sana lagi.

***

Saya benci Denpasar. Bukan apa-apa, buat saya Denpasar tak ada bedanya dengan Jakarta, Surabaya, atau Yogyakarta. Denpasar tak lebih seperti kota metropolitan lainnya. Jalan yang sangat rumit, lalu lintas yang tidak nyaman, dan sebagainya. Yang membedakan dengan kota besar lain adalah Denpasar berada di Bali. Itu saja.

Ketika berada di tengah kesibukan Jalan antara Denpasar dengan Jimbaran, iseng-iseng saya mampir ke sebuah pura yang berada 600 meter dari sejumlah hutan bakau. Selain sebuah pura, saya juga melihat sebuah vihara bergaya etnik bali. Berikut foto-fotonya:




Setelah menempuh perjalanan yang cukup panjang, akhirnya saya sampai ke pantai Jimbaran. Bagi saya, pantai Jimbaran terkesan biasa saja. Sebuah pantai dengan banyak cafe di pinggirannya. Tak jauh beda dengan Kuta, karena memang masih berada dalam satu garis pantai dengan Kuta. Tapi yang menarik adalah ketika saya melewati jalanan resort-resort di daerah Jimbaran. Entah mengapa suasananya sangat nyaman. Salah satu resort terkenal yang saya lihat adalah Four Season Resort. Sayangnya saya tak sempat mengambil gambarnya.

Pantai Jimbaran di siang bolong

Saya tidak terlalu tahu tempat menarik lagi di daerah Jimbaran dan Uluwatu selain Garuda Wisnu Kencana. Jadilah saya hanya mengeksplor Taman Garuda Wisnu Kencana saja.

Garuda Wisnu Kencana yang saya kunjungi masih sama seperti 7 tahun lalu. Patung Wisnu raksasa yang ‘masih’ setengah badan. Dan patung Garuda yang juga ‘masih’ kepalanya saja. Tapi tetap saja, posisi Garuda Wisnu Kencana yang terletak di atas bukit kapur Ungasan ini tetap memiliki lanskap yang sangat menawan. Dari kompleks Garuda Wisnu Kencana ini saya bisa melihat dua pantai, Kuta dan Sanur sekaligus.

Yang membuat berbeda antara lain tangan Wisnu yang sudah jadi, tapi belum terpasang, serta dibukanya sejumlah permainan di dinding kapur seperti flying fox atau panjat tebing untuk anak-anak.

Patung Wisnu yang penuh ketenangan

Kepala Garuda

Memanjat tebing bersama papa

Patung Perdamaian

Lorong dinding-dinding kapur

Lotus Pond

Harga tiket masuk ke Garuda Wisnu Kencana adalah 20.000 rupiah. Bagi yang merasa cukup mahal terhadap harga tiket tersebut, jangan berkecil hati dulu, karena selain melihat taman Garuda Wisnu Kencana yang cukup apik, kita juga disuguhi fasilitas seperti pemutaran film dokumenter, melihat pembuatan karikatur, pembuatan batik Bali, atau melihat proses pembuatan kerajinan perak. Kalau beruntung, pada waktu tertentu diputar pertunjukan kesenian Bali. Atau terkadang ada Barong yang bisa dipakai buat teman foto. Semuanya gratis! Jangan lupa mengunjungi Museum Garuda Wisnu Kencana atau Museum Kesenian yang terdapat di dalamnya.

Bertemu Barongan. Horee...

Sudut Museum Garuda Wisnu Kencana

Rancangan utuh Garuda Wisnu Kencana

***

Perjalanan ke Uluwatu yang jauh namun sangat singkat ini, berhasil membuat satu waktu saya menjadi semakin berkesan. Saya juga masih berharap, semoga Garuda Wisnu Kencana benar-benar bisa terwujud utuh, tidak terlantar seperti yang saat ini terlihat. Karena Garuda Wisnu Kencana sangat potensial untuk berpengaruh dalam dunia pariwisata Indonesia. Tentu saja hal ini hanya bisa dilakukan dengan kerjasama penuh anatara pemerintah dan masyarakat sebagai komponen utuh bangsa Indonesia.

Ah, iya. Ketika perjalanan pulang saya melihat ada penunjuk ke arah kanan bertuliskan “Pura Luhur Uluwatu”. Sepertinya saya penasaran. Tapi waktu telah menunjukkan semakin sore, dan saya harus mengambil paket kakak saya di Denpasar, lalu kembali ke Ubud. Fuh...


8 komentar:

saiqa ilham mengatakan...

selalu suka postingan dan foto2mu..kok kayaknya dalam beberapa hari kamu bisa dapet banyak hal menarik sih,,ajarin saya mengarange waktu dengan baik...

Navan mengatakan...

wkwkwk...

mas seqa berlebihan. saya aja lagi pengangguran di rumah. kebetulan aja kemaren pas ke Bali ada motor kakak. jadi bisa eksplor, gitu...

Ayos Purwoaji mengatakan...

entah mengapa saya mulai menyukai gayamu dalam membuat judul postingan yang cerdas! hahaha sip sip, bali membuat kepalamu penuh dengan inspirasi nav.
ah saya masih stunning sama judul-judul mu yang belakangnya nyambung....

Anonim mengatakan...

ini fotonya ga pke pocket camera kan?!

*mlongo*

W. Darma mengatakan...

navan selalu mantab ah..

Navan mengatakan...

@ mas ayos

wkwkwk... ini kan kaya pantun...

@ Ian

Bukan pocket. pake kamera prosumer, gitu... seringnya masih pake mode yang programmed. fuh... tenang aja, masih belom profesional, kok! hehehe...

@wanwan

u too

Sasmita Dini mengatakan...

membaca tulisanmu, saya cuma bisa mengamini semoga cita2 mu jadi travel writer diberi (makin banyak) kemudahan, amin...

Navan mengatakan...

siapa pengen jadi travel writer? jadi menteri pariwisata kaleee!!! hahaha.... (bcanda)