Selasa, 14 Juli 2009

Anti Boring di Tampaksiring


Photo & Text: Navan Satriaji

_________________________________________________________________________________________________________________

Sepulang dari Danau Batur, saya segera menuju ke selatan. Menuju Tampaksiring. Entah mengapa sejak semalam saya merasa terpanggil untuk menuju ke sana. Menurut Bli Wayan, guide yang menemani saya di Museum Gunung Api Batur, katanya di Tampaksiring ada sebuah tempat bernama Tirta Empul yang cukup menarik untuk dikunjungi. Sedangkan menurut seorang penduduk desa bernama Pak Nyoman yang saya temui tadi pagi, di daerah Tampaksiring ada pura GunungKawi yang menawan. Siip lah! Sekarang tinggal bagaimana saya menemukan keduanya.

***

Ada satu ruas jalan raya Tampaksiring yang menghubungkan antara Danau Batur dengan Ubud. Sehingga saat perjalanan menuju Tampaksiring saya cukup mengikuti jalur tersebut saya. Awalnya saya menduga harus banyak bertanya untuk menemukan lokasi Tirta Empul. Tapi ternyata saya salah, saat melaju melewati Jalan Raya Tampaksiring, saya melihat sebuah pertigaan dengan petunjuk Tirta Empul ke arah kanan. Tanpa ragu, saya segera ke sana.

Memasuki Tirta Empul saya langsung disambut dengan suasana penuh kesejukan. Di sisi kanan saya menjulang sebuah bukit dengan Istana Kepresidenan di atasnya. Sayang, saya tidak sempat mengunjunginya karena hanya dibuka dalam waktu tertentu saja. Saya masuk lewat jalan atas. Entah mengapa sepertinya kalau lewat jalan bawah dikenakan karcis. Sedangkan saya dapat gratis, hehehe...


Kesejukan Tirta Empul diperlihatkan dari kolam ikan yang menyambut kita di awal pintu masuk. Jika kita meneruskan ke dalam komplek, kita dapat melihat sebuah kolam dengan sejumlah pancuran. Beberapa orang dangan pakaian adatnya merendamkan dirinya ke dalam kolam tersebut. Sesaat mereka terlihat mengucapkan doa. Lantas mereka menyiramkan diri dengan kolam pancuran yang ada.

Saya sempat berkenalan dengan seorang bapak-bapak, namanya Pak Wayan. Ia mengaku sering mendatangi Tirta Empul. Ia sendiri berasal dari Desa Tegallalang, desa yang tak jauh dari Tampaksiring. Katanya, setiap pancuran memiliki fungsi yang berbeda. Ada yang merupakan air pembersihan diri, air penyembuhan, air penyembuhan penyakit berat, dan sebagainya. Tentu saja itu berdasarkan kepercayaan masyarakat Bali pada umumnya.



Para pengunjung juga diperkenankan memasuki pura yang terdapat di komplek Tirta Empul. Karena merupakan tempat suci, maka kita diharuskan memakai selendang atau sarung yang telah disediakan. Di dalam pura, kita dapat melihat sejumlah bale atau tempat-tempat sembahyang. Banyak juga ditemui beberapa masyarakat Bali yang sedang bersembahyang di sana.



Di dalam kompleks pura Tirta Empul juga dapat ditemui sebuah mata air sumber kolam pancuran yang saya temui tadi. Konon nama Tirta Empul berasal dari mata air ini yang berarti Air (Tirta) yang meluap-luap (Empul).


***

Selesai mengeksplorasi Tirta Empul dengan asyiknya, serta melewati Istana Tampaksiring tanpa mengunjunginya sama sekali, saya merasa perjalanan kali ini cukup sampai di sini. Saya pun berniat kembali ke Ubud lewat Jalan Raya Tampaksiring ini.

Tak disangka, saat melakukan perjalanan ke Ubud, saya melihat sebuah penunjuk dari batu yang bertuliskan Pura Gunung Kawi dengan arah ke kanan. Wew, tanpa basa-basi saya langsung belok mendadak ke kanan. Saya merasa sungguh beruntung, sebab batu penunjuk itu cukup kecil dan tersamar, sehingga bisa saja saya melewatinya. Saya jadi teringat kata-kata Pak Nyoman yang saya temui tadi pagi. Katanya Pura Gunung Kawi cukup menawan. Bolehlah!

Lagi-lagi saya berhasil menerobos loket masuk dengan santai. Mungkin karena sudah jam setengah tiga sore, dan loket tutup jam empat, sehingga dengan mudahnya saya menyelonong masuk, hehehe...

Karena tempat suci, lagi-lagi saya diharuskan memakai selendang untuk bisa masuk ke kompleks Gunung Kawi. Setelah memakai selendang, saya langsung menuruni tangga yang cukup panjang, dan melewati sejumlah pedagang souvenir yang ada.

Tapi semakin menuruni tangga, saya semakin berdebar-debar. Sebab secara samar-samar pemandangan sawah pedesaan bermunculan. Dan ketika melihat kompleks pura Gunung Kawi terliat di bawah dengan dikelilingi undakan persawahan, sungai kecil, dan pohon kelapa di depannya, saya langsung nangis darah, waaa... pemandangan seperti inilah yang saya inginkan ketika mengunjungi Bali!


Setelah melewati gerbang batu, di sisi kiri jalan kita langsung disambut dengan pahatan batu berupa candi sebanyak empat lubang. Sedangkan di sisi belakang kompleks pura kita bisa melihat pahatan batu candi sebanyak lima lubang. Gunung Kawi sendiri secara etimologi berarti pegunungan (Gunung) yang dipahat (Kawi). Entah mengapa, melihat pahatan batu ini mengingatkan saya pada pahatan kota batu Petra di Jordania. Sangat mengesankan!



Kompleks Gunung Kawi ini termasuk warisan budaya yang cukup tua di Bali. Di tempat ini sering dijadikan tempat untuk semedi. Hal ini dapat dilihat melalui sejumlah ruang yang biasa disebut sebagai ruang semedi. Menurut penjaga yang saya temui, saya diperbolehkan masuk ke dalamnya dengan syarat saya harus melepas alas kaki saya.



***

Selesai dari Tampaksiring, saya harus menaiki 315 anak tangga yang tadinya turunan, dan kini menjadi tanjakan. Mampus, saya sangat kelelahan. Tapi entah mengapa, saya merasa puas. Sebab impian saya melihat sebuah tempat bernuansa Bali di tengah hamparan pemandangan indah telah terkabulkan di Tampaksiring.

Saya jadi berpikir, jika suatu saat saya berada di Bali dan dirundung kejenuhan, saya telah menemukan tempat yang pas untuk dikunjungi. Tempat yang sarat akan pemandangan untuk cuci mata, dengan hawa sejuk di badan, yang saya yakini akan mampu melepas kepenatan yang ada. Maka tempat itu adalah Tampaksiring.
____________________________________________________________________

Referensi: www.gianyartourism.com

12 komentar:

Fu! mengatakan...

pada liburan asik2 sih... waaa aku ngiri... oleh2 dong van!
btw you love rhyme words, dont you?

Navan mengatakan...

wekekek... di bali udah dari beberapa hari yang lalu... dan gag bawa oleh-oleh, bahkan untuk keluarga sendiri! hehehe...

bukannya, suka sama rhyme words, tapi gara-gara bingung nyari judul, yauda, hampir semua judulnya kaya gitu! hehehe...

anak semeru mengatakan...

pan...kakak lu PKL di Bali mana? kagak pernah muncul tuh si ayos...slm ke kakak ente yak...postinganya maknyus pan...kunjungi balik blogq...
hehehe...

Anonim mengatakan...

tuh kan, ga usah jauh2 sampe Thai

-_-"a

hehehe...

Navan mengatakan...

@ian

maksude opo yan?

Anonim mengatakan...

maksudnya, walaupun Thai tetaplah sebuah negara yang unik, kalo soal budaya sebenarnya Indonesia jauh lebih kaya.

tuh kan, -kalo cuma liat orang sembahyang di sekitar gedung berlapis relic2 emas- ga usah jauh2 sampe Thai

-_-"a

jadi nyesel ni kemarin di Bali cuma ngendon di Ngurah Rai. tau gt jalan2

ria krisna mengatakan...

aku dah pernah ke tampaksiring blum ya.. kok lupaa =_=

btw, salam kenal jugaa.. thanks dah visit blogku. kayaknya kita sering papasan di komen blog nya kin2.. hehehe..

pengalaman kemarin emang seru bgt.. mungkin2 kin2 akan segera posting

klo aku mud-mud an nulis di blog. hehe

Navan mengatakan...

@Ian

hooh, terkadang hujan emas di negri orang, di negri kita ada ujan emas juga.

tapi tetep aja mau ujan-ujanan di negri orang! hehehe...

Ayos Purwoaji mengatakan...

bajinduuuul, bun sudah tau daftar world heritage yang dikeluarkan UNESCO? wah Gua Gajah dan pemandian ini masuk loh! berarti kamu sudah menginjungi dua warisan dunia sekaligus..
aku belum, mungkin awal agustus lah...

Navan mengatakan...

@ mas ayos.

goa gajah belum masuk world heritage sites. tapi masih daftar nominasi, seperti candi ratu boko atau bunaken...

Sasmita Dini mengatakan...

ngakak aku baca bagian kamu nyusup masuk dengan gratisan. haha, emang nya gak ketauan gitu ada orang segede kamu nyusup, meheheheee

Navan mengatakan...

@ mbak dini

rata-rata tiket di Bali 6000an. jadi lumayan, lah! bisa buat jajan, hehehe...