Jumat, 19 Februari 2010

Prolog: Road to Ujung Genteng

Saya tadinya tidak merencanakan liburan apa-apa. Tidak dengan kakak saya, tidak dengan CLR, atau dengan teman-teman lain. Sudah terbayangkan saya akan bersantai di rumah sambil makan masakan mama. Namun entah mengapa, setelah melihat hasil tabungan yang dirasa ‘cukup’, saya memutuskan untuk melakukan perjalanan. Lagi-lagi tanpa alasan yang pasti, saya ingin ke Ujung Genteng, Jawa Barat. Mungkin karena beberapa bulan sebelumnya saya melihat album kakak kelas saya via facebook yang mendokumentasikan liburannya di Ujung Genteng.


Selanjutnya proses perjalanan pun diwarnai dengan sejumlah kebetulan. Kakak saya akan melakukan perjalanan ke Jawa Barat bersama temannya, Nuran. Sehingga kakak saya pun mendukung rencana saya mengunjungi Jawa Barat dengan harapat nantinya akan menghasilkan sebuah e-book bersama.


Saat ingin ke Bandung, kebetulan teman SMA saya yang berkuliah di seni rupa ITB sedang menggelar karyanya di sebuah pameran di Jogjakarta, sehingga kami bisa ke Bandung bersama dengan kereta api ekonomi Pasundan.


Sedangkan kebetulan yang terakhir, awalnya saya ingin sekedar menanyakan informasi tentang Ujung Genteng kepada teman saya, Agra. Namun ternyata dia malah ingin ikut dan menawarkan saya untuk naik sepeda motor berdua dengannya. Tentu saja bagi saya ini sebuah kebetulan yang sangat manis.

***

Perjalanan Bandung-Ujung Genteng menggunakan sepeda motor bukanlah perjalanan yang singkat. Dengan menggunakan sepeda motor perjalan tersebut menghabiskan waktu hingga 9 jam! Kami berangkat dari Bandung begitu selesai sholat subuh, dan baru mencapai desa Surade pukul 2 siang.


Untungnya sepanjang perjalanan kami disuguhi pemandangan yang menarik di sekitar Padalarang. Perbukitan kapur yang pada pagi hari masih terdapat sedikit kabut mengingatkan saya pada lukisan-lukisan Cina. Pada daerah ini banyak terdapat penjual oleh-oleh khas bandung. Saya sempat penasaran dengan Ubi Cilembu yang katanya rasanya manis. Tapi sayang saya tak sempat mampir.


Di pinggiran Cianjur kami menyempatkan diri mampir ke sebuah warung kaki lima yang menjual bubur. Dan saat selesai menyantap bubur ayam tersebut, saya dan Agra sepakat bahwa bubur tersebut kami beri nilai lima jempol! Kami sendiri juga tak tahu kenapa. Yang pasti berbeda dengan bubur ayam Jakarta atau bubur ayam Jawa. Mungkin karena kuahnya gurih seperti kuah soto. Setelah memasuki kota Cianjur, kami menemukan banyak penjaja bubur Cianjur. Mungkin bubur yang kami makan tadi bubur Cianjur.


Bubur Ayam Cianjur

Sementara perjalanan dari Sukabumi menuju Ujung Genteng kami menghadapi perbukitan dengan jalanan berkelok dan pemandangan yang sangat hijau. Area ini tiba-tiba mengingatkan saya pada jalan antara kota Malang dengan Pulau Sempu. Miriplah! Hanya saja menurut saya lebih menarik jalan Sukabumi-Ujung Genteng. Karena pemandangan terus berganti. Terkadang hutan pinus, perbukitan biasa, atau perkebunan teh.


Setelah menjalani 9 Jam yang melelahkan, kami pun akhirnya tiba di Desa Surade pada pukul 2 siang. Akhirnya...!

___________________________________________________________________________

Sumber foto: google.com


2 komentar:

Dayang Aprillia mengatakan...

kapan2 ajak2 doooooonk....

Sasmita Dini mengatakan...

prolognya ala sinetron nih,
dikiittt banget, bikin penasaran aja yang namanya ujung genteng kaya apa..
hahahaa
fotonya manaaaa?