Rabu, 11 Maret 2009

Believing Bromo

Photo by: Navan & Koplak
Editing & Text: Navan

___________________________________________________________________________
Ah, dari dulu saya hanya bisa membayangkan untuk berjalan-jalan ke Bromo. Percaya atau tidak, meskipun Bromo hanya berjarak 2-3 jam dari Jember, tetapi sekalipun kami belum pernah ke sana. Mungkin karena saat SD masih terlalu kecil bagi Mas Ayos, saya, dan Condro untuk ke Bromo, bapak memutuskan untuk tidak berekreasi ke sana. Sementara saat Mas Ayos menginjak SMP, ia melanjutkan sekolah di Solo. Sejak saat itu, keluarga kami selalu terpencar-pencar, dan sangat langka berkumpul lengkap berlima sekeluarga, dan saat berkumpul terkadang hanya satu hari, yang akhirnya hanya dimanfaatkan untuk makan malam di luar saja.

***


Akhirnya saat Koplak sedang berkunjung ke Jember, ia mengajak saya ke Bromo dan Pulau Sempu. Ke Pulau Sempu rasanya belum memungkinkan. Tapi kalau ke Bromo bisa dibicarakan dulu sama ibu. Akhirnya beliau mengizinkan dan menambah uang saku saya (ke Bromo dadakan, jadi sebelumnya belum nabung untuk rencana ke Bromo. Hiks, lain kali saya harus menabung, bukankah traveling lebih lezat dengan uang sendiri ?;) ).

Perjalanan ke Probolinggo naik Bis dari terminal Jember menghabiskan waktu sekitar 2 jam. Setelahnya kami menaiki angkutan umum khusus ke Bromo, yang memakan waktu sekitar 2 jam juga. Di dalam angkot kami berkenalan dengan seorang traveler dari Hungaria, namanya Chard. Dia datang bersama temannya yang duduk di barisan depan depan. Selain mereka, ada couples traveler yang berasal dari Polandia. Sisanya penduduk Probolinggo. Sedangkan turis lokal hanya Saya dan Koplak.

Chard adalah seorang radiolog, dan berbincang bersamanya selama 2 jam di dalam angkot sangat menarik. Percaya atau tidak, ini pengalaman pertama saya berbincang dengan seorang bule. Dengan bahasa gado-gado, dan dengan bantuan body language saya berusaha mengobrol dengannya. Not bad, malah ia sangat baik. Ia bercerita bahwa ia telah mengunjungi Toba Lake, Jakarta, Borobudur, Yogyakarta dan setelah ke Bromo ia berencana untuk pergi ke Bali, Lombok, dan Sulawesi. Ia sangat suka Soto Ayam dan Nasi Goreng. Ia membawa kamera sejenis kamera poket, tapi panjang dan dengan 2 layar. Ketika kami tanya, ia menjelaskan bahwa gambar yang dihasilkan oleh kamera itu nanti akan membentuk gambar 3 dimensi. Saya dan Koplak cuma bisa melongo. Ia juga meminjami kami GPS dan Lonely Planet Guide Book: Indonesia.

Sesampainya di Bromo, angkot membawa kami dan para bule ke Hotel Cemara Indah. Kata supir angkot, penginapan ini yang terbaik dan termurah, ini rekomendasinya. Harga kamar yang paling murah, untuk 2 orang adalah 75 ribu. Saya dan Koplak minta survey ke penginapan lain, sementara bule-bule maunya ke Hotel CafeLava, entahlah, mungkin itu rekomendasinya Lonely Planet Guide Book. Di CaveLava malah lebih mahal, ekonomi 2 orang 100 ribu. Akhirnya saya dan koplak memilih menginap ke Cemara Indah. Ada penginapan lain yang ekonomi 2 orang 60 ribu, tapi kami memilih Cemara Indah karena letaknya yang di pinggir lautan pasir. Sehingga dari penginapan pun kami bisa melihat gunung Bromo dan gunung Batok.


Sampai malam bisa dibilang kami tidak melakukan apa-apa. Sorenya kami hanya main-main ke pintu gerbang taman nasional gunung Bromo. Malamnya hujan deras. Kami pun menyempatkan diri ke cafe penginapan dan memesan secangkir teh hangat. Di dalam cafe juga ada dua bule sedang mengobrol sambil bermain catur. Di pojok ada bule yang asyik menulis di tengah tumpukan buku dengan sebotol bir. Mungkin dia seorang reporter majalah.
Usut punya usut, setelah Koplak berbicara dengan pelayan cafe, para bule sudah menginap di bromo 2 malam karena dalam 2 hari ini setiap pagi selalu hujan deras. Aku dan Koplak lantas saling berpandangan dan nyengir, seolah saling bertanya, "lah, kita besok gimana?"

***
Lucky! Kita terbangun jam 4 pagi dan di hujan turun hanya rintik-rintik. Kami langsung bersiap untuk pendakian dan keluar. Para bule sepertinya sudah keluar sebelum kami. Kami langsung menuju ke gerbang taman nasional gunung Bromo, dan menuruni jalan menuju lautan pasir. Sebelumnya kami diperingatkan oleh penjaga agar berhati-hati, karena dalam cuaca seperti ini, angin cukup kencang, pasir banyak beterbangan, otomatis jarak pandang hanya sekitar 1-2 meter. Jadi jangan sampai kesasar.

Begiti tiba di lautan pasir, kami disambut oleh para ojek kuda yang menawarkan kudanya. Kami menolak, mencoba menghadapi tantangan berjalan kaki. Ternyata ada sepasang bule yang sama dengan kami, sepertinya mereka bule Polandia yang kemarin seangkot dengan kami. Mereka mengajak kami untuk berjalan bersama. Tapi dasar kaki mereka panjang-panjang! Mereka melangkah cepat, sementara saya yang gendut menghalangi Koplak untuk melangkah cepat.
Angin kencang, udara dingin menusuk, serta kolesterol yang menimbun di dalam perut membuat setiap sepuluh langkah saya harus berhenti untuk meminum bekal air jeruk yang sudah dibuat ibu di rumah. Tapi si koplak terus menyemangati saya. Katanya, kalau nggak mau kedinginan beku, harus tetep gerak.

Setelah terus melawan angin dingin, sampai juga di Pura Luhur Poten. Gunung bromo sudah terlihat samar-samar, tinggal mencari tangga menuju kawah. Di sini kami bertemu lagi dengan pasangan bule Polandia. Kali ini mereka meminta saya untuk memotret mereka berdua. Sekitar pukul setengah enam, kami mulai mendaki Bromo. Lagi-lagi karena kolesterol menumpuk, angin kencang, udara dingin, dan kali ini ditambah tanjakan, saya harus merasa berhenti tiap lima langkah. Seringkali saya marasa kehabisan oksigen. Ketika kami mencari tangga, beberapa bule dengan guide-nya sudah pada turun. Beberapa orang yang kami tanya bilang, kami harus terus ke atas untuk sampai ke tangga kawah. Di satu sisi, hari sudah mulai terang, namun matahari tertutup kabut. Pupuslah harapan kami melihat sunrise.

Setelah tangga kawah terlihat, kami segera menaikinya. Tentu saja saya masih harus mengambil nafas setiap 5 anak tangga terlewati. Setelah sampai tepi kawah, saya diperingati Koplak untuk menutup hidung saya dengan syal. Benar saja, selain kawah tertutup kabut, yang bisa dirasakan hanya bau belerang yang begitu menyengat. Setelah sekitar kurang dari lima menit kami mengambil foto, kami harus segera turun sebelum keracunan belerang.

Ketika kembali di lautan pasir, matahari sudah cukup tinggi, angin yang tidak terlalu kencang, kabut mulai menghilang, udara yang mulai menghangat, saat yang tepat untuk menikmati suasana lautan pasir yang sangat indah. Saat yang tepat pula bagi kami untuk mengambil beberapa foto. Ahh, pagi tadi mata hanya mampu memandang dengan jarak pandang yang sangat rendah, namun kini segalanya terlhat berbeda. Gunung batok, kawah bromo, Pura Poten, dan tebing yang mengelilingi bromo membuat kami menyadari mengapa lonely planet guidebook merekomendasikan tempat ini untuk dikunjungi oleh masyarakat dunia. Di satu sisi, kami juga merasa bersalah karena sholat subuh kami keteteran...

Berikut ini gambar-gambar yang kami ambil, silahkan dinikmati!







***

Setelahnya kami berkemas, chek out, dan menaiki angkot ke terminal Probolinggo. Di terminal Probolinggo saya berpisah dari menemani petualangan Koplak di Jawa Timur. Petualangan Koplak sendiri masih berlanjut ke kota Malang dan Surabaya. Menikmati kesendiriannya sebagai lonely traveler. Sementara saya harus kembali ke Jember.

Mengapa di postingan ini tidak ada liputan mengenai Bromo kuliner? Karena kami salah waktu, kami datang ketika musim tidak mendukung orang-orang ke Bromo. Sehingga warung banyak yang tutup. Kami sendiri hanya menemukan warung mi instan, beli roti di warung klontong, dan makan di cafe penginapan.

Mengapa postingan ini diberi nama Believing Bromo? Entahlah, saya hanya sekedar menuliskan judul, tanpa tahu pengertiannya. Tapi mungkin saja judul tersebut muncul ketika saya mencoba mempercayai kunjungan saya ke Bromo yang seolah seperti mimpi saja. Mempercayai bahwa Bromo kini menjadi pengalaman hidup saya. Mempercayai bahwa akan selalu ada teman (seperti Koplak), yang setia membantu kita menuju ke atas. Mempercayai akan kekuatan alam yang sangat besar. Mempercayai kebetulan-kebetulan yang terjadi di sekitar kita.

Bromo menjadi suatu kepercayaan bagi saya, di mana masih ada banyak tempat indah di Indonesia dan di Dunia, yang harus saya kunjungi suatu saat nanti, sebelum saya mati... :)

11 komentar:

Anonim mengatakan...

ahyayayaaaiii, kapan saia bisa kesana ya?
Ayahku pernah kesana dan selalu membanggakan nya pada saia,hohoho

Journal Kinchan mengatakan...

mas nawan. very nice posting..
membuat aku semakin pengen main ke bromo.
tuh kan pas ke bromo mendung ujan ya? mas koplak nggaya banget bilang bosen ke bromo ok piee..bosen tu kalo dah 3 kali liat sunrise, bener ya mas navan?

nice pic too,, BW emang bikin foto lebih dramatis hehehe.

btw mas navan, ada workshop fotografi jurnalistik di solo selama 3 hari masing2 pagi-sore,pembicaranya dari kompas, antara, ma tantyo bangun dari NG (oh mai goat) cuma 75 ribu. ikut yok mas navaaaaaan aku belum ada temen ni masa cewek ndiri jogja solo 3 hari huhuhu :(


ayo ke bromo lagi bung! sekarang gantian memandu saya :D

Ayos Purwoaji mengatakan...

hohoho i love this post! sip sip! sangat terasa bagaimana ngos-ngosannya kamu saat mendaki untuk mencapai kawah...
keep traveling guys! keep walking...

Ayos Purwoaji mengatakan...

BTW kalo dilihat dengan seksama kok kamu kayak smurf ya? hahahaha

the victorious king mengatakan...

Wah...
klo jalan-jalan aja aku dong...

kita action juga kok mas
mo ikutan bisnis bareng aku gak?
tapi butuh dedikasi yang tinggi dan yang penting gak moody

Navan mengatakan...

@ Mbak Dini
Kalo Mbak ke bromo, maen2 ke Jember, ya!

@KinKin
Hahaha... Koplak mah gag usah di dengerin! kalo aku diajakin liat sunrise berapakalipun mau-mau aja!

BW sebenernya bukan ide originalku. itu saran masku, katanya bromo waktu itu lagi berkabut, jdnya cocoknya diedit ke BW

@ Mas Ayos a.k.a Aklam
Sangat terasa ngos-ngosan ya? hahaha...

Mirip smurf? aku juga ngerasa! tu kan topiya bapak, tapi kekecilan! hahaha...

@Satria
kamu ngomong apa, sih? hahaha...

Ntar kapan-kapa kalo aku ke medan kamu jadi guidenya, ya...

Ayos Purwoaji mengatakan...

@nabun
bun tawarannya kin2 bagus tuh, ikut gih workshop fotonya, lumayaaan ketemu ma tantyo bangun, huhu mupeng MODE:ON...

Anonim mengatakan...

iriiiiiii !!!!! buangettt !!!!

pengeen !!!! bromooo !!!!

bondan mengatakan...

kapan ya saya bs mengunjungi bromo?

nice post

Anonim mengatakan...

nabunn
foto-fotonya bagus dehh ;;)

kamu pake kamera apaa?

hihihiii
nabun tambah bulettt

Randi mengatakan...

jadi pengen ke sana juga.