Senin, 23 Februari 2009

Understanding Koplak (Part I)


Photo: Koplak & Navan
Editing & text: Navan

____________________________________________________________________

Lima hari dari dua minggu liburan semester kemarin saya habiskan dengan menemani teman yang sedang berkunjung. Dia teman kuliah saya di Fakultas Ekonomika dan Bisnis UGM. Namanya Adi. (Panjangnya, sih Adiputera siapa... gitu!). Nama yang sangat bagus, tetapi entah mengapa teman-teman memanggilnya dengan “koplak”. Tak perlulah saya bercerita panjang lebar tentangnya, sebab baru tiga semester saya berkenalan dengannya. Tetapi kunjungannya ke Jember membuat saya semakin memahami dan mengenal lebih dekat seorang Adi Koplak.


____________________________________________________________________

Liburan kemarin Koplak benar-benar berniat menghabiskan liburannya di Jawa Timur. Impiannya antara lain mengunjungi Bromo dan Pulau Sempu. Sementara bermodalkan sejumlah tabungan serta sejumlah perlengkapan, Koplak sama sekali tidak memiliki kenalan di Jawa Timur. Ia sendiri berasal dari Jakarta dan baru dua tahun terakhir pindah ke semarang. Pada akhirnya, ia menjadikan tempat tinggal saya sebagai persinggahan pertama sebelum memulai petualangannya di Jawa Timur.

Jember, day 1

Cerita dimulai pada hari pertama Koplak datang dengan kereta dan sampai di Jember pukul 3 pagi. Tetapi karena tertidur, saya baru bisa menjemputnya pukul 5 pagi. Keterlambatan saya tidak mengganggunya, ia malah menikmati suasana stasiun.
1. Koplak sangat suka stasiun. Punya impian mendokumentasikan foto setiap stasiun. Dirinya bahkan pernah semalaman di stasiun hanya untuk menikmati suasana stasiun.
Setelah ke rumah, berkenalan dengan ibu, kakak, dan adik, serta sarapan teh dan jajanan pasar, saya sempat mengajaknya berputar kota mengelilingi alun-alun kota dan kampus Universitas Jember. Mungkin karena dia kelelahan, kami kembali ke rumah dan akhirnya dia tidur sebntar.


Siangnya, saya mengajak Koplak ke pantai selatan Jember, antara lain pantai Watu Ulo dan Tanjung Papuma. Tapi sebelumnya saya mengajaknya ke Kaliwining, daerah perkebunan kopi dan kakao tempat ayah saya bekerja. Kami sempat mengambil foto di hutan karet , bermain di rumah lama saya (baca posting: Time machine), sholat dzuhur di masjid, dan berfoto di persawahan. Ia cukup menikmati, karena di daerah ini lumayan banyak spot kebun, hutan, dan sawah, sementara ia sangat menggemari panorama alam. Perjalanan kami di Kaliwining sebagian kami habiskan dengan berfoto.


Perjalanan kami lanjutkan ke pantai Watu Ulo. Di sini kami menyempatkan diri makan Ikan Bakar di warung. Sambil ditemani suasana pantai yang sepoi-sepoi, kami menikmati satu ikan bakar utuh plus sambel tomat, sambel sate, dan lalapan segar. Ikan bakarnya begitu empuk dengan bumbu bakrnya yang meresap. Sambal tomatnya yang kasar tidak usah diragukan lagi. Sementara sambal satenya yang awalnya sempat kami ragukan, ternyata terkuras habis karena memang cocok dengan ikan bakarnya. Sempurna!


Perjalanan kami lanjutkan ke Tanjung Papuma. Tanjung papuma terdiri dari sebuah bukit dan pantai pasir putih. Untuk mencapai pantai pasir putih, kami harus melewati bukit dengan jalan berkelok. Namun perjalanannya tidak lama, sekitar lima menit. Begitu tiba di sana, Adi Koplak dengan puasnya menikmati dengan memotret sejumlah objek. Pantai Papuma memang memiliki pemandangan yang cukup memuaskan. Sekalipun ini pantai mainstream yang banyak pengunjung. Tetapi pesonanya masih dipertahankan oleh perbukitan yang mengelilinginya. Oh,ya! Tidak lupa Koplak beberapa kali berfoto narsis.
2. Koplak narsis parah. Dia butuh teman perjalanan ‘hanya’ untuk memotret dirinya. Gaya yang paling disuka adalah gaya james bond.
Pulangnya, saat kami melewati bukit lagi, kami menyempatkan diri untuk berhenti, melihat pemandangan pantai dari puncak bukit. Selain bukitnya yang sejuk, pemandangan pantai papuma tak kalh indahnya saat dilihat dari atas bukit. Tak menyesal kami mengunjungi tempat ini.

Selesai solat ashar di pantai, kami melanjutkan perjalanan pulang dengan ditemani hujan deras. Sementara saya mengutuk hujan , Adi koplak malah tertawa senang. Seru, katanya. Benar kata kakak saya, ia seorang masokis. Entah apa yang terjadi perjalanan saya keesokan harinya bersama seorang masokis...
3. Yups! Koplak seorang masokis. Mendapat kepuasan jika tersiksa. Aneh.
To be continued...

6 komentar:

W. Darma mengatakan...

taek..
bner bner backpacker sejati yah dy..
ckckckkc..
btw masokis toh opo bun?

Ayos Purwoaji mengatakan...

masokis artinya mas-mas tampangnya oke kalo punya kumis...
hehehe

anak semeru mengatakan...

bwt navan:
salam knal!
ni temenx abang nte (ayos),
nmaq vic.
oia, kt abang nte,klo smpet krimin artikel ttg branding indo ato traveling ato apalah di blogq, istilahnya kt abang nte se..kontributor lpas gtu...
klo mang mo, krim aj k: thebubs.brother@gmail.com
aq tggu. wokeh...

Sasmita Dini mengatakan...

wahahha, ok ok

wew, wan moso ga tau masokis, tanya mbah gugel laahh..

Navan mengatakan...

masokis itu, makin tersiksa akin puas! hihihi...

amalia insan kamil mengatakan...

oke aku link. makasih mas navan.

eniwei blogmu panjang seklaii. tapi menginspirasi :)