Senin, 09 Februari 2009

Time Machine


Dulu keluarga kami sempat punya rumah dinas di Kaliwining. Kaliwining itu daerah perkebunan kopi dan kakao tempat bapak kerja. Yup, ini jadi rumah kedua keluarga kami.

Keluaraga kami tinggal di Kaliwining cuma sampe kelas 6 SD. Setelahnya kami cuma punya satu rumah di Jember kota, yang kami tempati sampai sekarang. Kalau dihitung-hitung, sudah 6 tahun saya tidak berkunjung ke Kaliwining.

Akhirnya kunjungan kemarin ke Kaliwining, menjadi sebuah mesin waktu tersendiri bagi saya. Pemandangannya rata-rata masih sama. Masih dipenuhi hutan-hutan kecil serta kebun-kebun kopi dan coklat. Pohon beringin yang waktu kecil saya anggap angker, masih kokoh berdiri. Masjid kecil tempat biasa sholat magrib berjamaah juga masih ada.

Yang mulai berbeda, ada pabrik pengolahan coklat di sana. Mungkin baru dibangun beberapa tahun terakhir. Kebun pisang depan rumah juga sudah berganti dengan tanaman lain. Sekarang di sekitar Kaliwining banyak ditanami pohon buah naga.

Tapi perubahan yang paling bikin ngilu, perumahan dinas di Kaliwining sekarang kosong. Kata ibu, masyarakat rumah dinas Kaliwining banyak pindah ke Jember kota. Alhasil, Kaliwining sekarang sepi senyap. Nyaris tidak ada kehidupan selain kesibukan di kantor bapak.


Hal yang sama juga terjadi pada bekas rumah kami. Saat saya menyempatkan diri ke bekas rumah di Kaliwining, rumah tersebut kini kosong total. Bekas rumah dinas kami kini dijadikan pepondokan semacam wisma tamu. Hampir tidak ada perubahan lain kecuali rumah yang kotor dan berdebu. Catnya masih tetap kuning pucat. Halaman rumah semakin liar. Ketika saya mencoba mengintip ke dalam lewat jendela, kolam ikan besar buatan bapak masih ada.


Bukannya lebay, nih! Tapi sumpah, pas mengunjungi bekas rumah, secara otomatis memori saya langsung berputar ke masa lalu. Masih teringat dulu kami sering bolak-balik Jember Kota-Kaliwining yang berjarak sekitar 30 kilometer. Kalo berangkat ke sekolah harus naik bis kantor. ayang bikin males, bangun harus jam setengah lima, karena bisnya berangkat jam setengah enam. Kalau ketinggalan, resiko ditanggung sendiri. Jika dulu saya paling benci ke Kaliwining, gara-gara di sana membosankan, sekarang kebalikannya, malah rindu pengen tinggal di sana.


Masih dalam ingatan saat azan magrib berkumandang, saya harus ke masjid naik sepeda kira-kira 3 menit. Tapi pulangnya bisa lebih cepat, gara-gara ngebut kabur ketakutan pas lewat pohon beringin. Kata temen main di Kaliwining, di balik lebatnya pohon beringin dekat masjid, sering terlihat penampakan kepala mayat yang bergantung. Males!

Masih banyaklah kenangan di Kaliwining yang nggak bisa diceritakan satu persatu. Tapi bapak pernah bilang kalau bekas rumah kami bisa disewa untuk menginap semalaman. Jadi kami punya rencana, kalau keluargaku lagi pada ngumpul, kami mau menyewa bekas rumah kami di Kaliwining untuk dipake semalaman. Sip lah!

1 komentar:

W. Darma mengatakan...

2 ksalahan huruf..

manteb bun..
memori yang indah yah..

rumah di dalem hutan..
mengerikan..
ahihihi

awas ada kepala mayat gelantungan..
ahihihihi