Senin, 30 November 2009

Menunggu De Rahma

Ada yang tahu De Rahma? Yups, itu adalah salah satu tokoh acara komedi yang diperankan oleh komedian favorit saya, Fitri Tropika. De Rahma itu lebay. De Rahma selalu sukses membuat saya ngakak. Dan akhirnya, buat saya, De Rahma itu ngangenin. Dan saya selalu merindukan kehadiran De Rahma/Fitri Tropica. Saya juga sempet jejeritan dalam hati pas Fitri Tropika memperoleh penghargaan “Best Video Model” dalam salah satu ajang penghargaan musik kemaren atas performancenya dalam video klip Status Palsu-nya Vidi Aldiano. Waaa... Selamat, Fit!

De Rahma itu ngangenin, entah kenapa saya jadi ingin menamai Laptop saya dengan nama De Rahma. Ya... karena saya kangen sama Dell Inspiron 1420 saya yang sedang diperbaiki.

Bagi saya, menunggu De Rahma kembali dari servisnya terasa lama sekali. Saya pun hanya ditemani radio dari hape saya. Mau nonton televisi acaranya itu-itu saja. Jadilah saya mengambil alternatif kegiatan yang sudah lama saya tinggalkan. Membaca buku! Untungnya kakak saya beberapa waktu yang lalu mampir ke Jogja dan meninggalkan sejumlah buku. Jadilah saya punya teman baru.

Berikut buku-buku yang saya baca, diurutkan dari yang saya suka:

1. Bahasa! : Kumpulan Tulisan di Majalah Tempo

Buku ini menjadi peringkat pertama buku yang saya sukai sambil menunggu De Rahma saya. Jujur saja, dulu saya cukup menggemari pelajaran Bahasa Indonesia. Entah mengapa saya tidak tahu. Mulai dari soal ejaan hingga soal kesusasteraan. Yang paling saya tidak bisa soal kesekertariatan (menulis surat, memo, dsb.)

Tapi setelah membaca buku ini, ternyata persoalan bahasa sangat menarik untuk dibahas. Bahkan sangat terkait dengan permasalahan sosial, budaya, dan negara. Entah itu soal imbuhan atau soal majas, semua disajikan secara “renyah” dalam buku ini.

Percayalah, Anda tidak akan bosan membaca bab demi bab dalam buku ini. Bahkan anda bisa mulai tersenyum pada saat membaca sejumlah judul, seperti: “Orang Pintar Minum Tolak Angin, Orang Malas Bikin Akronim” atau pada judul,” Secara Gue Gaul Gitu Loh”. Unik, bukan?

Lebih dari itu, selesai membaca buku ini saya merasa nasionalisme saya bertambah satu level. Karena saya mengambil kesimpulan bahwa melihat Bahasa sama maknanya dengan melihat Bangsa. Maka saya ambil kutipan favorit saya dalam buku ini:

“Seandainya Sumpah Pemuda terlambat diikrarkan delapan puluh tahun, kemungkinan besar yang tertulis bukan lagi: ‘Kami Putra dan Putri Indonesia...’ [melainkan] ‘Kita Putra dan Putri Indonesia...’ konsep ‘kita’ dan ‘kami’ adalah kekayaan bahasa Indonesia yang tidak dimiliki bahasa lain.
(“Kita Putra dan Putri Indonesia”,Qaris Tajudin)


2. The Journey: From Jakarta to Himalaya


Buku ini adalah salah satu buku favorit kakak saya dan teman kakak saya, Nuran. Dan tentu saja inilah salah satu yang menjadi motivasi mereka untuk melihat luasnya Indonesia (kakak saya belum ke luar Indonesia) melalui jalur Backpacker.

Membaca buku ini membuat kita merasa benar-benar menyusuri Malaysia, Thailand, Laos, Asia Selatan, hingga Himalaya. Apalagi sang penulis, Gola Gong, adalah seorang penulis dan wartawan. Jadi soal kedetilan reportasenya jangan ditanyakan lagi.

Dia menulis sangat subjektif. Dan itu sangat menarik. Karena kita sebagai pembaca merasakan langsung pengalamannya bertukar barang dengan biksu-biksu di Thailand, menginap dengan sebuah keluarga dari suku Ar-Kha di Hilltribe Village, hingga pengalaman buruknya dengan Holy Festival di India.

Tapi ternyata bagi saya buku ini berada di peringkat 2 setelah buku Bahasa! Alasannya sederhana, Gola Gong sangat suka sekali menyingkat-nyingkat kata (seperti Hilltribe Village dengan HV, atau Travel Agent dengan TA). Dan buat saya itu buruk dan sangat mengganggu kenyamanan membaca.

Teman saya, Kinkin, di blognya menulis: Nepal 2012. Setelah membaca buku ini saya jadi sedikit mengerti mengapa ia ingin sekali ke sana. Dan mungkin saya juga harus menuliskan hal yang sama: Nepal, entah kapan...

3. The Devil and Miss Prym

Seperti biasa, Paulo Coelho membuat novel bertema spiritual. Tapi dibandingkan novel The Alchemist yang pernah saya baca (dan sedikit lupa), Buku The Devil and Miss Prym terasa lebih kelam.

Novel ini menceritakan tentang seorang gadis desa bernama Chantal Prym yang diberi sebuah tawaran oleh seorang asing yang menginap di desa itu. Tawarannya adalah orang tersebut dapat mengubah hidup Chantal selama-lamanya, tetapi dengan syarat Chantal harus meninggalkan nilai-nilai yang diyakininya. Pergulatan batin ini sangat susah, sebab jika Iblis menang, maka akan berdampak berbahaya.

Bagi saya, novel ini sangat thrilling. Meskipun thrillingnya bukan dalam bentuk fisik, tapi dalam bentuk pergolakan jiwa dan sifat-sifat setiap orang. Endingnya put tidak buruk. Hanya saja alurnya mungkin terasa lambat.

4. Cari Angin: Kumpulan Tulisan di Tempo Minggu

Kumpulan tulisan Putu Setia di Tempo Minggu ini sangat mengasyikkan. Ringan namun kritis. Saya bahkan beberapa kali tersenyum saat membaca sejumlah bab. Bahkan saya yang “tidak peka politik dan hukum”, mampu mencerna segala pesan yang tersirat dalam tulisan-tulisannya.

“Cari Angin memang ‘kipas-kipas cari angin’. Tidak dengan cara menuliskan obat ‘paten’, tetapi lewat kesaksian kritis dengan nada rendah.
...Cari angin bukan hanya wajah pelakunya, tapi wajah kita.”
(Cari Angin, Putu Setia)

***

Setelah membaca buku-buku yang mengasyikkan tersebut, saya jadi tersadar. Mungkin Tuhan “meminjam” De Rahma (Dell Inspiron) saya untuk sekedar mengingatkan bahwa saya terlalu lama meninggalkan buku.

Akhirnya De Rahma telah kembali. Dan saya senang sekali. Tapi saya tidak boleh lupa membaca buku lagi. Semoga.
_________________________________________________________________
sumber gambar: google

5 komentar:

Fu! mengatakan...

aku sedang baca Mushashi berbulan-bulan ga kelar-kelar. trus lagi baca bukunya fahd djibran jg ga kelar2. aku kangen baca buku..

liza mengatakan...

hohohoo.. ternyata dirimu fansnya de Rahma... :) kalo saya kadang2 kesel juga liat tngkahnya yang xl itu

Sasmita Dini mengatakan...

ehem ehem,
bukuku kapan dibalikin ya?
hehe

@Fu!
waa~ aku pengen baca Mushashi! kemaren liat di Togamas, tapi harganya sedang tidak bersahabat dg kantongkuu

Ferzya Farhan mengatakan...

haahh..banyak buku di kamarku, ter pending - pending tidak dibaca tapi terus membeli.. mungkin aku harus berjanji untuk menghabiskan membaca itu semua sebelum membeli yang baru huks :'(

Anonim mengatakan...

hey! de rahma belum diperkenalkan pada alina..